Aku menemukannya di sudut lemari yang paling jarang disentuh. Sebuah kotak yang berdebu. Di dalamnya, ada buku harian yang sampulnya lusuh, mixtape yang isinya tak lagi kuingat, dan sebuah foto polaroid yang pudar. Aku mengambilnya, dan ada rasa aneh yang muncul. Aku melihat diriku di usia 15 tahun. Rambutku berantakan, celanaku kebesaran, dan mataku tampak cemas.
Siapa ini? Aku hampir tidak mengenalinya. Aku melihatnya, dan semua rasa aneh, rasa malu, dan rasa canggung dari masa itu seperti kembali lagi. Aku ingat betapa kerasnya aku berusaha untuk tidak terlihat bodoh. Aku ingat betapa aku sangat ingin disukai, tapi tidak tahu caranya. Aku ingat betapa aku merasa terasing di antara teman-temanku, meskipun aku berada di tengah-tengah mereka.
Selama bertahun-tahun, aku hanya melihat masa remajaku sebagai sebuah kesalahan. Sebuah kesalahan yang panjang. Sebuah masa yang penuh dengan rambut jelek, keputusan buruk, dan drama yang tidak penting. Aku selalu berharap aku bisa menghapusnya. Aku selalu berkata pada diriku, "Syukurlah masa itu sudah lewat."
Aku memandanginya sekarang, si remaja yang canggung itu. Aku melihat betapa dia berusaha keras. Betapa dia mencoba menemukan tempatnya di dunia yang terasa begitu besar dan menakutkan. Aku melihatnya, dan kali ini, aku mencoba untuk tidak menghakiminya. Aku mencoba melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
Aku dulu berpikir, masa remaja adalah sebuah kesalahan. Tapi sekarang aku menyadari, masa remaja adalah sebuah proses.
Aku mulai melihat masa remajaku bukan sebagai sebuah kekonyolan, tapi sebagai sebuah laboratorium. Sebuah tempat di mana aku diizinkan untuk bereksperimen, untuk membuat kesalahan, untuk menjadi bodoh, tanpa konsekuensi yang terlalu besar.
Ingat saat kamu memakai pakaian yang tidak cocok denganmu, hanya karena itu yang sedang tren? Itu bukanlah kebodohan. Itu adalah eksplorasi. Itu adalah caramu mencoba untuk mengerti siapa dirimu di tengah-tengah orang lain.
Ingat saat kamu jatuh cinta pada seseorang yang tidak tepat, dan kamu merasa dunia runtuh saat dia pergi? Itu bukan kelemahan. Itu adalah latihan. Latihan untuk memahami apa itu cinta, apa itu kehilangan, dan bagaimana rasanya memiliki hati yang patah dan harus menyembuhkannya sendiri.
Ingat saat kamu merasa marah, sedih, dan bahagia, semuanya dalam waktu lima menit? Itu bukanlah ketidakstabilan. Itu adalah pengalaman. Itu adalah caramu belajar untuk merasakan emosi secara utuh, sebelum kamu harus belajar untuk menyembunyikannya dari dunia.
Aku melihat kembali kegagalan-kegagalan kecilku di sekolah, di mata pelajaran yang tidak aku sukai. Itu bukan bukti bahwa aku tidak pintar. Itu adalah bukti bahwa aku sedang belajar apa yang benar-benar aku minati, apa yang benar-benar menyalakan 'api' dalam diriku.
Masa remaja adalah masa di mana kita harus menghadapi dua pertanyaan paling menakutkan dalam hidup: "Siapa aku?" dan "Di mana tempatku di dunia?"
Dan aku menyadari, aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu tanpa semua rasa sakit, rasa malu, dan rasa canggung itu. Semua itu adalah bahan bakar yang diperlukan untuk perjalanan itu.
Itu adalah masa di mana kita menjadi seperti ulat. Kita masuk ke dalam kepompong, penuh dengan keraguan dan kebingungan. Kita tidak tahu siapa kita, atau akan menjadi apa. Dan proses itu, di dalam kepompong yang gelap, terasa sangat berantakan.
Tapi tanpa kepompong itu, tidak akan ada kupu-kupu. Tanpa kebingungan itu, tidak akan ada kejelasan.
Jadi, sekarang, setiap kali aku memikirkan masa remajaku, aku mencoba untuk tidak merasa malu. Aku mencoba untuk merasa bangga. Bangga dengan diriku yang kecil, yang canggung itu.
Aku ingin kembali ke sana dan mengatakan beberapa hal padanya.
Aku ingin mengatakan, "Tidak apa-apa kalau kamu merasa aneh. Tidak apa-apa kalau kamu merasa tidak cocok. Itu adalah caramu menjadi otentik."
Aku ingin mengatakan, "Tidak apa-apa kalau kamu tidak tahu apa yang ingin kamu lakukan dalam hidup. Tidak ada yang tahu. Nikmati saja prosesnya."
Aku ingin mengatakan, "Semua orang juga punya ketakutan yang sama. Kamu tidak sendirian."
Aku ingin mengatakan, "Suatu hari nanti, semua yang membuatmu merasa malu, akan menjadi cerita yang membuatmu tersenyum."
Aku memaafkan diriku di masa lalu, bukan karena aku harus, tapi karena dia layak mendapatkannya. Dia sudah melalui banyak hal. Dia sudah berjuang. Dan dia berhasil. Dia berhasil membawaku ke sini, ke titik ini, di mana aku bisa melihat ke belakang dan tersenyum.
Aku memaafkan dia untuk semua rambut jeleknya, semua leluconnya yang garing, semua kata-katanya yang canggung. Karena tanpa semua itu, aku tidak akan menjadi aku yang sekarang.
Aku tidak akan punya empati yang sama. Aku tidak akan punya ketangguhan yang sama. Aku tidak akan punya kebijaksanaan yang sama.
Masa remaja bukanlah sebuah kesalahan yang harus dilupakan. Itu adalah sebuah babak yang harus dihormati. Itu adalah fondasi yang kokoh yang dibangun di atas kerikil dan pasir. Dan meskipun fondasi itu terasa goyah di awal, ia berhasil menopang seluruh bangunan yang kusebut hidup ini.
Jadi, sekarang, setiap kali aku melihat anak remaja yang canggung, yang penuh dengan pertanyaan, aku tidak lagi melihatnya dengan rasa kasihan. Aku melihatnya dengan rasa hormat. Aku tahu betapa beratnya perjuangan itu. Dan aku tersenyum. Karena aku tahu, mereka sedang berada dalam proses yang sangat penting. Proses yang akan membentuk mereka menjadi seseorang yang luar biasa.
Melihat masa remaja dengan kacamata yang berbeda bukan hanya tentang berdamai dengan masa lalu. Ini juga tentang berdamai dengan dirimu yang sekarang. Ini tentang menyadari bahwa setiap bagian dari dirimu, baik yang kamu sukai maupun yang kamu benci, memiliki tempatnya. Semuanya membentuk sebuah karya seni yang unik dan kompleks.
Dan di sanalah, di dalam keindahan yang berantakan itu, aku menemukan kedamaian.



Posting Komentar