SENANDIKA
Berbicara dengan diri sendiri

Saat Tiba Waktunya Melepaskan: Belajar Ikhlas - Senandika #11

Melepaskan bukan berarti menyerah, tapi memberi ruang. Pelajari arti ikhlas & temukan kekuatan terbesar dalam seni melepaskan untuk hidup lebih damai.
Saat Tiba Waktunya Melepaskan: Belajar Ikhlas - Senandika #11

Aku duduk di sini, dan di tanganku, aku memegang sebuah benda yang tidak terlihat. Sebuah tali. Tali yang sangat panjang, dan di ujungnya, terikat sesuatu dari masa lalu. Sesuatu yang sudah lama tidak ada, tapi aku terus memegangnya. Aku memegangnya begitu erat, sampai buku-buku jariku memutih.

Pernahkah kamu merasakannya? Rasa sakit yang datang dari memegang sesuatu yang sudah seharusnya dilepaskan. Itu bisa berupa kenangan yang menyakitkan. Bisa berupa rasa dendam yang sudah lama. Bisa berupa sebuah harapan yang tidak akan pernah terwujud. Atau bisa berupa seseorang yang tidak lagi menjadi bagian dari ceritamu.

Aku dulu berpikir, jika aku terus memegangnya, aku akan bisa mengendalikan masa lalu. Aku berpikir, jika aku terus memegangnya, aku tidak akan melupakan. Aku berpikir, jika aku terus memegangnya, aku tidak akan merasa sakit. Tapi yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya. Aku merasa lebih sakit. Aku merasa lebih lelah. Dan aku merasa tidak bisa bergerak maju.

Aku menghabiskan begitu banyak energi untuk terus memegang tali itu. Energi yang seharusnya bisa kugunakan untuk menciptakan hal-hal baru. Energi yang seharusnya bisa kugunakan untuk mencintai diriku sendiri. Energi yang seharusnya bisa kugunakan untuk hidup. Tapi aku tidak bisa. Tanganku penuh, hatiku penuh, dan pikiranku juga penuh.

Aku menyadari, semua pelajaran yang sudah aku pelajari—tentang memaafkan diri sendiri, tentang menemukan kekuatan dari kisah paling gelap, tentang belajar belas kasih—semua itu tidak akan berarti apa-apa jika aku tidak bisa melepaskan. Karena melepaskan adalah babak terakhir dari penyembuhan. Melepaskan adalah babak terakhir dari ikhlas.


Aku dulu melihat melepaskan sebagai sebuah kekalahan. Sebagai sebuah tanda bahwa aku menyerah. Aku berpikir, jika aku melepaskan, aku akan terlihat lemah. Aku berpikir, jika aku melepaskan, aku akan melupakan semua yang pernah terjadi. Tapi aku salah. Aku sangat salah.

Melepaskan bukanlah sebuah kekalahan. Melepaskan adalah sebuah kemenangan. Itu adalah sebuah keberanian untuk berkata, "Aku sudah cukup menderita. Aku memilih untuk sembuh."

Aku menyadari, melepaskan bukanlah tentang melupakan. Melepaskan adalah tentang mengingat tanpa rasa sakit. Itu adalah tentang mengubah hubunganmu dengan masa lalu. Itu adalah tentang melihat kenangan itu bukan sebagai rantai yang mengikatmu, tapi sebagai sebuah pelajaran yang membuatmu menjadi lebih bijaksana.

Aku mulai berbicara pada diriku. Aku bertanya, "Apa yang sebenarnya kamu takuti dari melepaskan?" Dan jawabannya datang. Aku takut akan ketidakpastian. Aku takut dengan ruang kosong yang akan muncul. Aku takut aku tidak akan pernah bisa mengisi kekosongan itu.

Aku takut aku akan kehilangan sebagian dari diriku. Karena selama ini, aku mendefinisikan diriku dengan apa yang aku pegang. Aku adalah orang yang pernah terluka. Aku adalah orang yang pernah ditinggalkan. Aku adalah orang yang pernah dikecewakan. Tapi, jika aku melepaskan semua itu, siapa aku?

Dan aku menyadari, itulah yang sebenarnya menghambatku. Aku begitu terikat dengan identitas yang terbentuk dari rasa sakitku, sehingga aku takut untuk melepaskannya.


Aku duduk di sini, dan aku mengambil napas yang dalam. Aku melihat tali yang aku pegang, dan aku melihat bagaimana tali itu sudah melukai tanganku. Aku melihat bagaimana tali itu sudah menghambatku untuk bergerak maju. Aku melihat bagaimana tali itu sudah membuatku menjadi tawanan dari masa laluku sendiri.

Dan aku, perlahan-lahan, mulai membuka genggamanku.

Rasanya sakit. Rasanya seperti ada sesuatu yang ditarik dari dalam diriku. Ada rasa takut yang besar. Tapi aku terus melakukannya. Perlahan-lahan. Jari demi jari.

Dan akhirnya, tali itu terlepas. Tanganku kosong. Ruang kosong yang kutakuti, sekarang ada di hadapanku.

Awalnya, rasanya aneh. Rasanya seperti ada sesuatu yang hilang. Tapi, perlahan-lahan, aku mulai merasakannya. Aku mulai merasakan kebebasan. Aku mulai merasakan ruang. Aku mulai merasakan kemungkinan.

Aku menyadari, tangan yang kosong bukanlah tanda kehilangan. Tangan yang kosong adalah sebuah kesempatan. Itu adalah kesempatan untuk meraih sesuatu yang baru. Itu adalah kesempatan untuk menyentuh sesuatu yang lain. Itu adalah kesempatan untuk memulai babak baru.

Melepaskan adalah sebuah tindakan kepercayaan. Kepercayaan pada diriku sendiri bahwa aku bisa sembuh. Kepercayaan pada masa depan bahwa ia akan membawa hal-hal yang baik. Kepercayaan pada kehidupan bahwa ia akan membimbingku.

Aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Aku tidak tahu apa yang akan mengisi kekosongan ini. Tapi aku tidak lagi takut. Karena aku tahu, itu adalah sebuah misteri yang indah. Dan aku tidak sabar untuk melihatnya terungkap.

Aku menyadari, melepaskan adalah sebuah tindakan cinta yang paling sulit. Cinta pada diriku sendiri. Cinta yang mengatakan, "Kamu pantas mendapatkan kedamaian. Kamu pantas mendapatkan kebebasan. Kamu pantas mendapatkan kebahagiaan. Dan untuk mendapatkannya, kamu harus melepaskan."

Posting Komentar